IBU PERTIWI MENGAIS RINDU PADA ANAK NEGERI


Sudah lebih dari setengah abad negeri ini menikmati kemerdekaan, terus tumbuh, tumbuh, tumbuh, berkembang dan tumbang. Pembangunan yang terus bertambah kian hari dari  pelosok negeri, namun samar, disama ratakan dan kemudian diratakan.

Memang belum seabad umur negeri ini, namun kata pepatah minang “alun takilek lah takalam”(makna; sudah bisa membaca situasi kemungkinan apa yang akan terjadi). Negeri ini memang belum besar, namun kebesaran Tuhan lah yang membesarkan anak negeri ini.

Kami mencari untuk menghidupi diri, kami berjuang untuk mempertahankan diri. Namun disaat kami terus dikhianati dan terluka, sembuh kembali, jangan lah lagi kalian lukai. Kami ini ibarat paku yang ditancapkan pada kayu, walaupun kalian cabut, bekas akan selalu ada. Itulah kami, anak ibu pertiwi.

Kami bukan terlahir sebagai pendendam, hanya saja perlawanan salah satu cara manusia untuk bertahan hidup. Sudah menjadi kodrat manusia saat disakiti. Tak ada yang ingin disakiti, tapi kenapa saling menyakiti sekarang menjadi sebuah trending topic yang paling hangat dan laris diberitakan?
Masa iya kami diam disaat kami diserang?. Sabar dengan bodoh masih ada batasnya pak. entah kami yang sabar, atau kalian yang memang “bodoh”.

Semua bicara tentang HAM, sedikit-sedikit tersangkut akan HAM. Seolah-olah HAM itu Tuhan yang tak mempunyai batas. Jika hak anda sudah menggangu hak orang lain, disitulah batas hak anda.
Negeri penghakim sipendosa. Adakah hak negara menghakimi sipendosa? Setinggi itukah hak negara?. Hak Tuhan bukanlah hak negara.

Entah mana lagi yang disebut kritik, ujaran kebencian atau persekusi yang baru-baru ini lagi hot.
Bahkan di negeri ini pun, yang teriak maling pun bisa ditersangkakan maling, sementara simaling belum tentu jadi tersangka. Hukum apa ini? Lalu apa gunanya pasal 165 KUHP???
Oh lupa, hukum Belanda toohhh!!

Sepertinya ada masalah di negeri yang harus segera diselesaikan!!
Kemana negarawan negeri ini?
Berapa harga dirimu?
Tidakkah kalian tahu?
“Tahu itu bukan tempe?” walaupun keduanya dari bahan yang sama.

Ah entahlah, umur 70 tahun jika di konversi ke umur manusia disebut “TUA”
Mungkin kita masih kekanak-kanakan dalam menyelesaikan problem negeri ini.
Sadarlah wahai negarawan, suara mu sangat dielukan, bukan mempermalukan.

Komentar