GOLPUT lagiii GOLPUT lagi....

Menjelang pemilu istilah “Golput” merupakan istilah yang sering menjadi perbincangan banyak kalangan. Menurut hasil pengamatan saya, golput menjadi sebuah trend dalam pemilu. Trend golputpun tentunya mempunyai alasan yang jelas pada hanya datang ke TPS untuk memilih calon yang tak berkualitas. Semangat golput sekarang sudah mulai melanda kaum berpendidikan, hal ini terjadi karena mereka tidak menemukan calon berkualitas dan berintegritas.

Golput, antara rela dan terpaksa. Mungkin inilah keadaan yang bisa kita tafsirkan untuk saat sekarang. Rela, karena tidak mempergunakan haknya dalam pemilihan umum. Terpaksa, karena tidak ada pilihan lain dari pada harus memilih calon tak berkualitas dan berintegritas.

Sosialisasi anti golput sudah mulai digencarkan mulai dari pusat hingga daerah. Jika kita perhatikan dengan seksama, para “golputer” pun tidak menggubris sosialisasi ini. Di Jawa Timur misalnya, partisipasi pemilih hanya ada di angka 62,23 persen dengan margin of error 1,33 persen. Demikian juga halnya di Jabar (67,83 persen) dan Sumatera Utara (68,54 persen). Ada juga yang masih lumayan seperti di Sulawesi Selatan (74,43 persen). "Dengan margin of error yang ada, target KPU sulit terpenuhi. (Jawapos, 26/06/2018)


Pemerintah tidak mempunyai alasan yang kuat untuk mencegah golput ini terjadi. Karena krisis kepercayaan rakyat kepada pemerintah kian hari kian bertambah. Lalu,siapa yang disalahkan atas kehadiran golputer ini?. Masing-masing kita sudah memiliki jawabannya.

Adapun cara teraneh dalam menanggulangi terjadinya golput, yaitu dengan mengharamkannya. Apa mungkin mengharamkan sebuah hak yang melekat pada diri setiap manusia di Negara ini? Sebuah fatwa yang mengada-ngada serta tak menggunakan dasar agama yang jelas.

Kehadiran golputer tak bisa disalahkan, mereka hadir akibat dari keadaan orang-orang yang pernah mereka suarakan sangat mengecewakan. Habis manis, sampah dibuang. Mungkin inilah pepatah yang sesuai dengan keadaan yang mereka rasakan. Derita konstituen yang berkepanjang berujung penyesalan yang tak berguna. Apakah golput solusi bagi masyarakat? Entahlah, jawabannya tergantung pada seberapa banyak “yang diberikan” si calon pada golputer.

Sekarang mari kita lihat, ketidak berdayaan caleg dalam menanggulangi keberadan golputerini. Caleg yang morat marit tak karuan dalam mencari suara, mengemis sana-sini berharap belas kasihan masyarakat yang nantinya untuk dilupakan setelah pemilu ini selesai. Pernah terjadi sebuah peristiwa yang sangat miris pasca pemilu disalah satu kebupaten di Sumatera Barat ini, saat kampanye caleg memberikan TV untuk sebuah pos ronda, bola kaki, dan bola takraw. Namun karena belum beruntung, si caleg gagal, kemudian menarik semua pemberian yang telah diberikan kepada masyarakat untuk pos ronda tersebut. Semoga dalam pemilu 2014 ini, kasus tersebut tidak terulang lagi.



Jika kita berpandang pada perspektif islam, “jangan pernah menunjuk diri menjadi pemimpin, kecuali jika kita memang berkompeten dalam hal tersebut (Sidiq,Tabligh, Amanat dan Fatanah). Lalu, apakah mereka yang berani mencalonkan diri tersebut sudah memiliki keempat sifat tersebut?. Mungkin bisa kita lihat dari kehidupan bermasyarakat sang caleg. Dari sini pulalah kita bisa melihat, mana calon yang hanya “hidup” disaat mencalonkan diri dan mana yang “mati” di saat tak butuh suara rakyat lagi.

Istilah anak sekarang, caleg pada galau. Karena mereka sedikit sekali mendapatkan simpati dari masyarakat. Golputer makin eksis, caleg galau makin narsis.

Pemerintah tidak bisa memberikan sebuah garansi untuk “moveon” dari keadaan sekarang kepada masyarakat di pesta demokrasi 2019 yang akan datang. Mungkin inilah penyebab utama mengapa GOLPUT adalah pilihan bagi masyarakat dewasa ini. Keberadaan golputer ini pemerintahlah yang menentukan, kualitas pemerintahan yang baik, maka golputer dapat ditekan. Memilih caleg bak membeli sebuah smartphone, jika spesifikasinya bagus dan sesuai dengan yang diinginkan, masyarakat akan beli.

Waktu sudah tak banyak lagi, kurang dari setahun pesta demokrasi sudah dilaksanakan.Tentukan pilihan kita, golput kah atau ikut menggunakan hak kita. Jawabannya sudah di “kantong kita”.
Selamat bagi calon Pres/wapres/caleg yang nantinya bakalan “duduak” di legislative, dan selamat “taduduak” bagi Anda yang belum beruntung.
(Republish)

Komentar